Senin, 02 Januari 2012

Dengan Cinta
“Tuhan menciptakan alam semesta beserta seluruh makhluk-Nya dengan cinta kasih, oleh karena itu siapa yang hidup berlandaskan cinta maka akan bahagia, jika tdk bahagia berarti itu bukan cinta”…kira-kira seperti itulah petikan kajian hari minggu pagi, meskipun harus hujan-hujanan aku tetap semangat menyimaknya. Kata yang singkat tapi mempunyai makna yang dalam bagi orang yg mau merenunginya.
Mendengar kata-kata itu membawaku ke masa lalu ku 2 tahun yg silam. Dimana, saat itu aku berpikir ini lah yang namanya “cinta”. Perasaan yang sulit digambarkan bahkan terkadang memabukkan. Rintik hujan yg turun semakin membuatku larut dalam kenangan itu. Semua berawal dengan cinta begitu juga kedatanganku ke tempat ini berawal dari sebuah cinta, walaupun saat itu cinta yg kumiliki masih cinta yang tersesat. Yah, aku mengatakan cinta itu masih sesat, karena dengan cinta itu hampir membuatku tersesat bahkan menghancurkan hidupku. Berawal dari kejenuhan dan rasa sepi yang hadir, ku coba kompromi dengan keadaan, belajar menyukai demi kebahagiaan orangtua dan keluargaku. Uupphh, sombongnya aku ingin membeli kebahagiaan dengan cara berkompromi. Meski didasari niat “berkompromi” ku coba jalani sunguh-sungguh cinta itu, waktu demi waktu ku pupuk dan  ku sirami cinta itu, sehingga kian hari semakin tumbuh subur. Meskipun di tengah perjalanan cinta itu ku temukan beberapa kejanggalan, tapi dengan cinta itu pula ku menutup sebelah mata dan bergaya seperti pahlawan kesiangan, dengan cinta mampu mengarahkan kemaksiatan menuju jalan kebenaran.
Kadang sekarang aku masih suka tertawa geli kalau ingat hal itu. Berlagak seperti pahlawan tangguh yang tahan dengan setiap serangan dari musuh. Tapi kenyataan tidak seindah angan-angan dan mimpiku, ternyata dengan cinta tidak mampu mengubah kemaksiatan menuju jalan kebenaran justru yang ada tambah bermaksiat. Singkatnya, tepat pada tanggal 30 September 2008,  aku seperti orang yang lumpuh tak berdaya, hanya terbaring di tempat tidur, air mataku menganak sungai seakan tak mau berhenti, aku hanya mampu mengingat saat itu banyak orang disekililingku yang mencoba menghiburku, tapi aku tak mampu mengingat apa yang mereka katakana bahkan aku juga tidak tau alam pikiranku sendiri. Aku Cuma bisa merasakan tubuhku begitu lemah dan mati rasa, bahkan untuk bersuara pun aku tak sanggup. Gema takbir menjelang idul fitri semakin menyayat hatiku yang pilu, saat itu aku bertanya pada Tuhan “mengapa tak Kau tunda kenyataan pahit ini sampai esok hari sehingga aku masih bisa mengumandangkan takbir”….hatiku hancur luruh rasanya ingin menjerit tp bibir ini terasa kelu.
 Setelah kejadian itu hariku selalu ditemani dengan air mata, rasanya air mata ini gak habis-habisnya mengalir. Kini cinta itu telah berubah menjadi kebencian, amarah dan kesedihan. Aku pun tidak tahu harus berbuat apa dan harus pergi ke mana untuk mengobati lara hati ini, sampai pada suatu waktu salah seorang sahabatku mengatakan “kamu mungkin tidak bisa menjadi orang yang sempurna tapi kamu bisa jadi orang yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan orang lain” Kata-kata itu ku resapi dan ku renungi, bagaimana dan harus kemana untuk bisa jadi orang yang baik dan bermanfaat???kebingungan menyelimuti benak ini, mulai lah ku berjalan menyusuri tempat-tempat panti sosial. Aku berpikir mungkin di tempat itu aku bisa menjadi orang yg baik dan bermanfaat, membantu mereka yang membutuhkan bantuan. Entah sudah berapa tempat ku amati dan observasi tapi hati ini masih enggan mengetuk pintu panti-panti sosial itu.
Hingga suatu hari, dengan pikiran kacau dan suasana hati yang kehilangan arah ku nyalakan si merah kesayanganku. Yah, hanya si merah lah teman setiaku, yang selalu mengantarku ke tempat-tempat yang ku inginkan, kepanasan dan kehujanan bersama, suka dan duka kulewati bersama si merah. Si merah yang menyimpan banyak kenangan dan perjuanganku. Entah aku tak tau tempat yang harus ku tuju, aku hanya mengikuti susasana dan kehendak hatiku. Aku masih ingat, hari itu adalah hari jum’at, entah mengapa aku melewati jalan yang sudah tak ingin ku lewati, jalan kenangan yang membuatku menangis setiap kali melewatinya, akhirnya sampailah aku ke sebuah tempat yang aku sendiri tidak terlalu tau itu tempat apa. Aku cuma membaca dari papan nama di depan bangunan itu, bangunan itu menarik hatiku, tempat itu begitu asri, pepohonan yang rimbun suasana yang tenang dan teduh seakan ada yang berbisik “dsitulah tempat kedamaian” Ku langkahkan kakiku ke tempat itu tanpa tujuan dan tidak tahu mau melakukan apa di tempat itu.

 Di tempat itulah aku belajar “cinta yang tidak menyesatkan”. Di tempat itu pula ku benahi pemahaman agamaku, aku berhenti menghujat kenyataan meluruhkan semua amarah dan juga kebencianku. Benar sekali petikan kajian tadi, semua berawal dari cinta, cinta sejati lah yang akan memberikan kebahagiaan. Meskipun aku harus merasakan cinta yang menyesatkan terlebih dahulu tapi kini aku merasakan cinta yang membahagiakan. Dulu aka begitu membenci dia, tapi kini aku bersyukur bertemu dengan dia, luka yg ditinggalkannya dan tentunya bimbingan dari Tuhan juga yang menuntun langkahku menuju tempat belajar ku yang sekarang. Tanpa luka itu mungkin aku Cuma jadi setengah manusia setengah hewan. Untuk cintaku…semoga Tuhan juga menuntunmu menuju jalan kebenaran.

0 komentar: